Incremental and Absolute Position Encoder




1. Tujuan
  1. Mengetahui pengertian rotary encoder, incremental dan absolute encoder.
  2. Mengetahui prinsip kerja rotary encoder.
  3. Membuat rangkaian encoder. 
[kembali]

2. Alat dan Bahan

1. Motor Driver L298
 
Gambar 1. Motor Driver L298


2. Motor DC 



Gambar 2. Motor DC

3. Dioda 



Gambar 3. Dioda

4. Power 


Gambar 4. Power

5. Resistor

Gambar 6. Resistor

7. LED

Gambar 7. LED

[kembali]


3. Teori

1.     Pengertian Encoder
      Rotary encoder adalah divais elektromekanik yang dapat memonitor gerakan dan posisi. Rotary encoder umumnya menggunakan sensor optik untuk menghasilkan serial pulsa yang dapat diartikan menjadi gerakan, posisi, dan arah. Sehingga posisi sudut suatu poros benda berputar dapat diolah menjadi informasi berupa kode digital oleh rotary encoder untuk diteruskan oleh rangkaian kendali. Rotary encoder umumnya digunakan pada pengendalian robot, motor drive, dsb.
      Rotary encoder tersusun dari suatu piringan tipis yang memiliki lubang-lubang pada bagian lingkaran piringan. LED ditempatkan pada salah satu sisi piringan sehingga cahaya akan menuju ke piringan. Di sisi yang lain suatu photo-transistor diletakkan sehingga photo-transistor ini dapat mendeteksi cahaya dari LED yang berseberangan. Piringan tipis tadi dikopel dengan poros motor, atau divais berputar lainnya yang ingin kita ketahui posisinya, sehingga ketika motor berputar piringan juga akan ikut berputar. Apabila posisi piringan mengakibatkan cahaya dari LED dapat mencapai photo-transistor melalui lubang-lubang yang ada, maka photo-transistor akan mengalami saturasi dan akan menghasilkan suatu pulsa gelombang persegi. Gambar 1 menunjukkan bagan skematik sederhana dari rotary encoder. Semakin banyak deretan pulsa yang dihasilkan pada satu putaran menentukan akurasi rotary encoder tersebut, akibatnya semakin banyak jumlah lubang yang dapat dibuat pada piringan menentukan akurasi rotary encoder tersebut.

Terdapat 2 jenis Rotary Encoder, yaitu :

1. Absolut Encoder 

    Absolute encoder menggunakan piringan dan sinyal optik yang diatur sedemikian sehingga dapat menghasilkan kode digital untuk menyatakan sejumlah posisi tertentu dari poros yang dihubungkan padanya. Piringan yang digunakan untuk absolut encoder tersusun dari segmen-segmen cincin konsentris yang dimulai dari bagian tengah piringan ke arah tepi luar piringan yang jumlah segmennya selalu dua kali jumlah segmen cincin sebelumnya. Cincin pertama di bagian paling dalam memiliki satu segmen transparan dan satu segmen gelap, cincin kedua memiliki dua segmen transparan dan dua segmen gelap, dan seterusnya hingga cincin terluar. Sebagai contoh apabila absolut encoder memiliki 16 cincin konsentris maka cincin terluarnya akan memiliki 32767 segmen. Gambar 3 menunjukkan pola cincin pada piringan absolut encoder yang memiliki 16 cincin. 

Gambar 8. contoh susunan pola 16 cincin konsentris pada absolut encoder.
Karena setiap cincin pada piringan absolute encoder memiliki jumlah segmen kelipatan dua dari cincin sebelumnya, maka susunan ini akan membentuk suatu sistem biner. Untuk menghasilkan sistem biner pada susunan cincin maka diperlukan pasangan LED dan photo-transistor sebanyak jumlah cincin yang ada pada absolut encoder tersebut. 

Gambar 9. Contoh piringan dengan 10 cincin dan 10 LED – photo-transistor untuk membentuk sistem biner 10 bit.

 Sistem biner yang untuk menginterpretasi posisi yang diberikan oleh absolute encoder dapat menggunakan kode gray atau kode biner biasa, tergantung dari pola cincin yang digunakan. Untuk lebih jelas, kita lihat contoh absolut encoder yang hanya tersusun dari 4 buah cincin untuk membentuk kode 4 bit. Apabila encoder ini dihubungkan pada poros, maka photo-transistor akan mengeluarkan sinyal persegi sesuai dengan susunan cincin yang digunakan. Gambar 4 dan 65menunjukkan contoh perbedaan diagram keluaran untuk absolute encoder tipe gray code dan tipe binary code.

Gambar 10. Contoh diagram keluaran absolut encoder 4-bit tipe gray code

Dengan absolute encoder 4-bit ini maka kita akan mendapatkan 16 informasi posisi yang berbeda yang masing-masing dinyatakan dengan kode biner atau kode gray tertentu. Tabel 1 menyatakan posisi dan output biner yang bersesuaian untuk absolut encoder 4-bit. Dengan membaca output biner yang dihasilkan maka posisi dari poros yang kita ukur dapat kita ketahui untuk diteruskan ke rangkaian pengendali. Semakin banyak bit yang kita pakai maka posisi yang dapat kita peroleh akan semakin banyak.

Gambar 11. Contoh diagram keluaran absolut encoder 4-bit tipe binary code


Output biner dan posisi yang bersesuaian pada absolute encoder 4-bit, seperti pada tabel

Tabel 1. Output biner dan posisi yang bersesuaian pada absolute encoder 4-bit

2. Incremental Encoder 
     Incremental encoder dapat digunakan untuk mengukur posisi sudut dari sebuah shaft yang  berotasi Incremental encoder menggunakan sebuah piringan dengan beberapa lubang berupa  garis. Piringan ini diletakkan diantara sebuah LED dan photosensor (photodiode, phototransistor). Berikut struktur incremental encoder.


Gambar 12.

Cahaya dari LED akan melewati piringan melalui lubang-lubang piringan, yang kemudian akan diterima oleh photosensor. Karena adanya lubang ini, maka sinyal yang terdeteksi photodiode akan berupa pulsa. Dari pulsa inilah nantinya dapat diketahui seberapa jauh dan cepat shaft berputar. Untuk menentukan arah putaran shaft, biasanya digunakan dua buah LED dan fotodioda sebagai penghasil pulsanya, sehingga terdapat dua channel dengan posisi LED dan fotodioda seperti gambar :Saat channel A mendahului channel B, maka dapat diketahui shaft berputar searah jarum jam, dan sebaliknya jika channel B mendahului channel A, maka shaft berputar berlawanan jarum jam.

Gambar13.

Pada gambar diatas terdapat sinyal Marker, sinyal Marker ini biasa disebut index signal. Sinyal ini berfungsi untuk menentukan posisi nol dengan cara memberikan pulsa tunggal setiap satu revolusi.
Resolusi dari incremental encoder dapat lebih baik dengan cara menambah jumlah lubang pada piringan. Jumlah lubang ini sama dengan jumlah dari pulsa per satu revolusi. Sebagai contoh, jika sebuah incremental encoder memiliki 1000 lubang, dan telah berputar sebanyak 180 derajat, maka pulsa yang dihasilkan sebanyak 500  pulsa. Kelemahan incremental encoder adalah saat supply dimatikan, maka pembacaan posisi shaft akan ter reset.
Grafik respon Encoder

 Gambar 14. Grafik respon Encoder

[kembali]


4. Rangkaian dan Prinsip Kerja

A. Rangkaian simulasi proteus :

Gambar 15. Rangkaian Rotary Encoder

B. Prinsip Kerja


Prinsip kerja dari driver motor L298 jika memberikan logika 1 pada Pin EN1 dan Pin EN2, yang akan menyebabkan motor DC 1 (yang terhubung ke Output A) dan motor DC 2 (yang terhubung ke Output B) menjadi aktif.
Jika IN1 diberi logika 1 dan IN2 diberi logika 0 maka motor DC 1 (yang terhubung ke ouput A) akan berputar berlawanan arah jarum jam dan LED D10 berwarna Yellow/Kuning akan menyala sebagai indikator perputaran motor berlawanan arah jarum jam.
Jika IN1 diberi logika 0 dan IN2 diberi logika 1 maka motor DC 1 (yang terhubung ke output A)  akan berputar searah jarum jam dan LED D11 berwarna Green/Hijau akan menyala sebagai indikator motor berputar searah jarum jam.
Jika IN1 dan IN2 diberi logika yang sama yaitu 1 atau 0 maka motor DC 1 (yang terhubung ke Output A ) akan Berhenti.
Jika IN3 diberi logika 1 dan IN4 diberi logika 0 maka motor DC 2 (yang Terhubung ke Output B) akan berputar berlawanan arah jarum jam dan LED D9 berwarna Yellow/Kuning akan menyala sebagai indikator perputaran motor berlawanan arah jarum jam.
Jika IN3 diberi logika 0 dan IN4 diberi logika 1 maka motor DC 2 (yang terhubung ke Ouput B) akan berputar searah jarum jam dan LED D12 berwarnaGreen/Hijau akan menyala sebagai indikator motor berputar searah jarum jam.
Jika IN3 dan IN4 diberi logika yang sama yaitu 1 atau 0 maka motor DC 2 (yang Terhubung ke Output B) akan Berhenti.
Resistor yang tehubung ke motor berfungsi untuk menghambat agar laju motor DC berkurang Dan LED nyala.
Dioda pada rangkaian ini digunakan untuk menahan arus balik yang ditimbulkan dari motor yang akan menuju Motor Driver L298.

Untuk Lebih Jelasnya, Maka Lihat Tabel acuan arah Motor DC dibawah ini :

Tabel 2.


[kembali]

5. Video Simulasi 

      Untuk video simulasi dapat di lihat pada video dibawah :


[kembali]

6. Link Download

    Download File Rangkaian Disini
    Download Video Simulasi Disini
    Download HTML Disini
    Download Library Motor Driver L298 Disini
    Download Datasheet L298 Disini  
    Download Datasheet Incremental Encoder Disini
    Download Datasheet Absolute Encoder Disini

[kembali]




 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar